Sunday, May 3, 2015

(Fanfict) The Reason I Live

The Reason I Live

Author : aniespur
Cast : Kim JongIn dan Lee HyuRa (OC)
Genre : Romance, Family, Angst


Happy reading ^^
Psst.. long oneshoot, jadi jangan kaget atau bosen yaaa.. ^^
@oohsehun is mine

.
.

Menunggu, merupakan salah satu hal yang paling memuakkan bagi semua orang di dunia ini. tak ada seorang pun di dunia ini yang senang bila harus diminta menunggu. Tapi, sayangnya itulah yang tengah aku rasakan sekarang. Entah sampai kapan aku akan menunggunya kembali, menunggu seseorang yang sampai kapan pun tak kan pernah aku lupakan. Sosok seseorang yang sangat aku sukai, aniyo lebih tepatnya sangat aku cintai.. . Sosok yang lebih dari 3 tahun meninggalkan ku dan keluarga ku juga negara ini, hanya untuk menebus segala kesalahan yang telah kami perbuat. Sosok itu, adalah oppa ku.. oppa tiri ku.. Kim JongIn.


Semuanya berawal dari 3 tahun yang lalu, dimana eomma-ku meminta izin padaku untuk menikah kembali dengan cinta pertamanya dulu. Sebagai seorang anak yang baik dan sayang kepada eomma ku, tentu aku dengan senang hati menerima keputusan eomma ini. Ditambah, sosok Kim Ahjushi yang baik dan sayang padaku juga tentu pada eomma ku. Kim Ahjushi, itulah namanya. Aku pernah sekali tidak sengaja bertemu dengan nya saat beliau mengantar eomma ke rumah. Melihat raut bahagia wajah eomma saat bersama Kim Ahjushi, membuat ku yakin bahwa eomma ku sangat berbahagia bersama  cinta pertamanya itu.

Disinilah aku sekarang, di sebuah restoraran perancis yang bisa dibilang cukup mewah. Di tempat ini, aku dan eomma ku berencana untuk makan malam bersama dengan Kim Ahjushi dan juga anaknya. Anaknya? ya.. Kim Ahjushi sama dengan eomma ku, mereka adalah seorang single parents yang sama-sama membesarkan satu anak. Mungkinkah ini yang namanya takdir? dengan perasaan yang tak menentu, aku mencoba menenangkan diriku sendiri saat menunggu Kim Ahjushi dan anaknya datang. Perlahan dapat ku dengar, suara beberapa derap kaki yang mulai mendekat, dapat ku tebak itu adalah Kim Ahjushi dan anaknya. Perlahan Kim Ahjushi pun mulai berdiri tepat dihadapan kami, dan saat aku melihat ke arah anak Kim Ahjushi.. sungguh.. apakah ini mimpi? tidak mungkin. Anak itu.. ternyata anak Kim Ahjushi adalah Kim JongIn.

"Annyeonghaseyo.. choneun Kim JongIn imnida"
sayup-sayup ku dengar suara sexy itu mulai muncul dan membuat aku yakin jika ini bukanlah mimpi. Aku pun mulai memandang ke arah JongIn dengan tatapan tak percaya - mencoba untuk meminta penjelasan atas semua ini. Sambil menggigit bibir ku, aku pun mulai mengenalkan diriku secara formal.
"Annyeonghaseyo.. choneun Lee HyuRa imnida"


Acara makan malam pun berjalan dengan lancar, eomma ku dan Kim Ahjushi saling mengobrol bersama dan tentunya saling tertawa bersama. Bagaimana dengan kami - anak mereka? aku dan JongIn hanya saling diam dan hanya terfokus dengan makan malam kami masing-masing. Meskipun terkadang aku dan JongIn pun terpaksa mengeluarkan suara kami, saat kami mendapat pertanyaan dari mereka. Tapi hal itu tidak lah sering, bahkan bisa dihitung dengan hitungan jari. Tapi, walaupun begitu aku dan JongIn pun tak jarang saling mencuri-curi pandang dan mencoba untuk berkomunikasi melalui tatapan mata kami. Cara berkomunikasi yang hanya kami berdua tahu.

Tepat pukul 11 malam acara makan malam ini pun selesai dan Kim Ahjushi pun dengan senang hati mengantar aku dan eommaku menuju rumah. Disinilah aku sekarang, terduduk diam dalam sebuah mobil dengan sosok JongIn yang terduduk manis disebelahku. Dapat ku dengar suara tawa dan saling meggoda dari arah bangku depan. Tawa eomma ku, entah kapan aku terakhir mendengar suara tawa itu. Semenjak appa ku pergi meninggalkan dunia ini karena kecelakaan pesawat 2 tahun lalu, sejak saat itulah aku tak pernah sekalipun mendengar eomma ku tertawa. Eomma lebih suka tersenyum disbanding tetawa. Meskipun dapat ku lihat bahwa senyumnya itu adalah senyum terpaksa.
 Tanpa ku sadari, mata ku ini mulai memburam, ingin rasanya aku memeluk sosok disamping ku ini. Sosok yang hampir selama 1 bulan ini mengisi hari-hariku, tapi apa daya.. aku tak mungkin memeluknya sekarang apalagi didepan orang tua kami masing-masing, mengingat status kami yang akan menjadi oppa dan dongsaeng sebentar lagi. Aku pun dengan sekuat tenaga mencoba menahan air mata ini agar tak jatuh, tapi pertahanan ku itu hancur juga saat ku rasakan sebuah tangan menggenggam tanganku lembut dan hangat. Tangan ini tangan yang selalu aku rindukan, tangan seorang Kim JongIn. JongIn pun menyembunyikan tangan kami yang saling menggenggam ini dibawah jaketnya yang sengaja ia tidak pakai. Apakah aku bahagia? tentu. Ternyata JongIn masih menginginkanku, tapi bagaimana hubungan kami kedepannya? bisakah adik tiri dan kakak tiri seperti kami bersatu? entahlah.. yang pasti maafkan kami eomma.. Kim Ahjushi.

Besok adalah hari pernikahan sakral itu akan dilakukan. Aku dan JongIn juga eomma ku dan appa Jongin tengah bersiap-siap memilih baju di salah satu butik terkenal di Seoul. Aku tak pernah membayangkan bahwa aku dan Jongin akan menjadi pendamping pernikaha kedua orang tua kami. Ku lihat JongIn keluar dari ruang ganti mengenakan setelan tuxedo putih yang sungguh sangat cocok untuknya. Harus aku akui, aku sangat terpesona melihatnya. hati ku sungguh merasa bersyukur karena ternyata aku memilih seorang namja yang sempurna. mengesampingkan bahwa namja itu pula akan menjadi oppa tiri ku besok.
Sekarang giliran ku yang berganti, setelah memastikan penampilan ku baik, aku pun keluar dari ruang ganti memperlihatkan gaun putih mini diatas lutut yang tengah aku kenakan. Dapat ku lihat tatapan kagum dari semua orang diruang ini, termasuk JongIn. Aku pun hanya menatapnya dengan tatapan penuh arti - apakah aku cantik Kim JongIn? dapat ku lihat JongIn tersenyum saat melihat tatapan ku itu, dan aku pun membalas senyumnya itu dengan sebuah senyum yang tak kalah menggoda. Berkat sifat eomma ku yang super narsis, aku dan JongIn pun diminta untuk berfoto bersama menggunakan gaun dan tuxedo. Tentu kami tak akan melewatkan kesempatan langka ini, dengan sedikit ragu.. JongIn pun mulai melingkarkan tangannya di bahu mungilku dan aku pun hanya tersenyum melihat tingkahnya itu. Dapat ku lihat raut bahagia eomma dan Kim Ahjushi, melihat kedua anak nya ini rukun dan akur. Maafkan kami eomma, karena dibalik ke rukunan ini kami menyimpan sebuah rahasia yang sampai kapanpun tak akan pernah kami bongkar. Ya, aku dan JongIn telah bersepakat untuk tetap melanjutkan hubungan tidak lazim ini dan yang paling pasti kami akan tetap merahasiakannya. Kami.. telah bersepakat untuk tetap bersama.

Hari pernikahan itu pun tiba, aku dan JongIn dengan santainya berdiri di depan altar sambil membawa sebuket bunga dan tentu saja dua buah cincin. Kami pun saling tersenyum saat mengingat rencana konyol JongIn, yang mengusulkan agar kami menikah terlebih dahulu dan menculik sang pendeta agar orang tua kami tak jadi menikah dan kami lah yang akan menikah. Itu sungguh konyol bukan. Tapi untung saja rencana konyol itu tak jadi direalisasikan oleh JongIn. Perlahan pandangan kami pun bertemu dan hampir saja JongIn mencium bibirku, jika saja suara lonceng gereja itu tidak mengintrupsi kegiatan kami. Ku dengar JongIn mendengus kesal, namun dalam hitungan detik akupun mulai mencium pipi JongIn sayang. sayang sebagai pacar, bukan sebagai adik.

Acara pernikahan pun akhirnya dimulai dan janji suci itu pun akhirnya diucapkan oleh kedua pengantin. Janji suci itulah yang mengantarkan ku dan JongIn menuju status dan hubungan yang lebih baru. Status adik dan kakak tiri.. yang tanpa seorang pun tahu, kami adalah seorang pasangan yang saling mencintai satu sama lain dan tak akan pernah bisa dipisahkan sampai kapanpun.

Dua bulan berlalu, aku dan eomma ku kini tinggal di kediaman keluarga Kim. Perlahan aku pun mulai membiasakan diri untuk memanggil Kim Ahjushi dengan sebutan appa dan dengan terpaksanya.. aku harus memanggil JongIn oppa.. mengingat usia JongIn yang memang 2 bulan lebih tua dari aku. Sungguh menyebalkan! Jong~ aku ingin memanggilmu Jong.. bukan oppa. Terkutuklah panggilan oppa itu!!
Aku dan JongIn pun menjadi lebih dekat, eomma dan appa senang melihat kedekatan aku dan JongIn, sebagai adik dan kakak tentunya.

Tak jarang aku selalu meminta JongIn untuk membantu ku mengerjakan tugas-tugas kuliah, mengingat JongIn memiliki otak yang cukup cemerlang dibanding otak ku. Meskipun pada akhirnya ini semua tidaklah gratis, selalu ada timbal balik yang JongIn minta setiap ia selesai membantu ku. Kisseu. itulah yang selalu ia minta dan dengan senang hati aku pun akan memberikannya. Tidak hanya di dahi, pipi, bibir bahkan di leher JongIn pun aku pernah memberikannya. Setiap hari aku dan JongIn selalu bersama-sama, menonton TV bersama, Hang Out bersama, belajar bersama, kadang juga tidur bersama dan bahkan berenang bersama. Semua itu kami lakukan dengan bersembunyi dalam kedok hubungan adik kakak yang sialan itu. Orang tua kami pun mulai terbiasa dengan kebersamaan kami, mereka tak pernah curiga sedikitpun dengan intensitas hubungan kami yang bisa dikatakan tidak wajar ini. Mereka selalu beranggapan bahwa kami adalah adik kakak yang sangat harmonis dan cocok. Mungkin mereka tak pernah terpikir, bahwa kami telah melakukan kegiatan yang mungkin pada akhirnya akan mengecewakan mereka.

Hari ini, appa dan eomma pergi ke Osaka untuk urusan bisnis dan mungkin untuk bulan madu mereka selama 4 hari 3 malam. Kalian tentu bisa menebak, apa yang akan kami lakukan bukan? ditinggal hanya berdua, bersama kakak - yang notabenenya adalah pacar sendiri- selama berhari-hari di rumah yang cukup luas dan pastinya sepi ini? yaa.. kami benar-benar memanfaatkan kesempatan langka ini untuk saling bermesraan satu sama lain setiap hari. Bercumbu, berpelukan dan berciuman, itulah kegiatan yang selalu kami lakukan selama rumah ini kosong. Tentu kami sangat menikmatinya. Tak jarang aku pun harus rela tidur di kamar JongIn, karena JongIn tak pernah mau aku pergi dari sisinya. Mencium aroma maskulin di leher JongIn adalah kegiatan baru ku akhir-akhir ini. Kami bagaikan sepasang pengantin baru yang tengah dalam liburan bulan madu.

Seperti hari ini, hari ini adalah hari dimana eomma dan appa akan kembali. Mungkin mereka akan kembali sore nanti, atau bahkan malam. Entahlah. Tapi, tidak bisakah mereka menambah jangka waktu liburan mereka? jujur aku belum siap harus membuat jarak dengan JongIn. I need him. So much.

Dengan keadaan rambut yang acak-acakan dan dengan menggunakan kemeja kebesaran milik JongIn, aku pun mulai melangkahkan kakiku menuju dapur untuk membuat sarapan untuk kami. Sereal. Mungkin itulah menu praktis yang bisa aku buat. Dengan langkah pasti, aku pun mulai melangkahkan kakiku menuju kamar JongIn, yang bisa dibilang cukup errr.. berantakan. Jangan tanyakan apa penyebabnya, karena mungkin kalian juga tau. Dengan hati-hati aku pun mulai meletakkan nampan yang tadi aku bawa diatas meja kamar JongIn, dan secara perlahan.. aku naik ke tempat tidur JongIn, aniyo.. lebih tepatnya aku naik ke atas tubuh JongIn dan mencoba untuk membangunkannya.

Dengan perlahan aku  mulai meniup-niup mata JongIn lembut dan membelai lembut kedua pipi Jongin. Tapi, ternyata hal itu sia-sia. JongIn masih terlelap dalam tidurnya. melihat tingkahnya itu, aku pun mulai mendekatkan bibirku ke arah bibirnya dan mulai menciumnya lembut tanpa pergerakan berarti. Tapi, entah mengapa ia masih saja diam tak bergerak. apa dia mati? - pikir ku konyol. Karena kekesalanku yang semakin memuncak, aku pun mulai dengan liar mencium leher JongIn hingga meninggalkan tanda-tanda yang seharusnya tak boleh aku buat. Perlahan JongIn pun mendesah dan ia pun melihat ke arah ku dengan tatapan tak percaya. Bukannya menghentikan kegiatanku, aku malah semakin gencar mencium leher JongIn dan sekarang beralih mencium bibir JongIn. Jongin yang telah sadar 100% pun mulai memimpin ciuman ini dan aku pun hanya bisa mendesah menikmati segala perlakuannya pada ku. Kegiatan kami pun terhenti saat indra pendengaran kami menangkap suara eomma yang entah sejak kapan masuk dan melihat kegiatan kami.
"Omona.. apa yang kalian lakukan?" kami pun langsung melepaskan segala kontak fisik yang ada, dan tak lupa merapikan penampilan kami, yang tak bisa dikatakan rapi ini.

"kalian berdua.. kita harus bicara" ucap appa sambil berusaha menahan segala emosinya.
Aku pun hanya menatap kedua sosok itu keluar dari kamar JongIn dengan perasaan yang campur aduk.
"Jong~ aku takut"
"Tenanglah.. aku akan melindungi mu"

Bagaikan seorang pencuri yang tertangkap basah mencuri oleh sang majikan, disinilah kami sekarang, duduk bersimpuh dibawah kaki eomma dan appa. 30 menit sudah kami berempat terdiam disini, tapi tak ada seorang pun yang berinisiatif untuk mengeluarkan suaranya.  Aku dan JongIn pun hanya bisa menundukkan pandangan kami ke arah lantai dan tak berani menatap dua orang sosok yang ada dihadapan kami.

"Kim JongIn, apa yang sebenarnya kau lakukan? anak kurang ajar. Tak tahukah kau, jika dia itu adikmu. adikmu" geram appa mencoba menahan emosinya yang mencoba meledak.

"Tapi kami saling mencintai appa,maafkan kami"

"Mencintai? apa kau bodoh Kim JongIn? dia itu adik mu. Adikmu"

"Tapi aku benar-benar mencintainya appa. Ditambah dia itu adik tiriku, bukan adik kandungku"

"Kim HyuRa, apa benar kau dan JongIn saling menyukai, nak?" tanya eomma lembut.
Aku pun segera menganggukkan kepala ku, tanpa berniat melihat ke arahnya. aku takut.

"Sejak kapan? mengapa kau tak pernah bercerita ke eomma?"
Aku pun langsung mengeratkan genggaman tanganku ditangan JongIn, aku terlalu takut. aku takut.

"Anak bodoh. Kalian benar-benar membawa aib bagi keluarga ini, bagaimana mungkin adik dan kakak tiri saling mencintai? Kim JongIn, cepat bereskan barang-barangmu, dan kembalilah tinggal bersama eomma mu di New York. Dan kau Kim HyuRa, akan ku kirim kau untuk kuliah di Beijing. Tanpa penolakan. Cepat kalian berdua enyah dari hadapanku"

"appa.."

"suamiku.."

"appa..."

"sudah ku bilang tak ada penolakan" ucapnya tegas lalu bergegas pergi meninggalkan ruang tamu.


3 tahun sudah aku besekolah di Beijing, dan hari ini aku telah diperbolehkan untuk kembali ke tanah kelahiran ku, Korea. Bagaimana kabar JongIn? sungguh aku sangat penasaran. Tapi mau bagaimana lagi, selama pengasingan ini kami tak pernah sekalipun berkomunikasi, apa dia telah melupakanku? ku langkahkan kakiku untuk memasuki rumah ini, rumah yang menjadi saksi bisu kebahagian aku dengan JongIn. Sungguh aku merindukan JongIn. Tidak bisakah kami bersama? bahkan hanya untuk sekejap? Aku pun langsung membungkuk hormat ketika manik mataku ini menangkap sosok eomma dan appa yang tengah terduduk nyaman di atas sofa ruang tamu. Tapi tunggu, wanita didepan eomma itu siapa?
Perlahan aku pun mulai mendekati mereka dan mencari tau, siapa yeoja tak dikenal ini.

"HyuRa-ya, kenalkan dia adalah Istri JongIn, Kim AhReum. kau baru sekarang kan melihatnya?" ucap eomma hati-hati.

"Mwoya? istri? maldo andwae.. sejak kapan JongIn menikah?" tanyaku tak percaya.
Sungguh, aku tak percaya. JongIn, Kim JongIn telah memiliki istri? rasanya, hidupku langsung hancur dan aku tak tau alasan apa lagi untuk aku hidup di dunia ini. satu-satunya sumber kebahagian ku telah terenggut dari genggamanku.

"Mereke menikah 9 bulan yang lalu, dan sekarang AhReum tengah mengandung calon adik iparmu"

"Bohong.. kalian pasti berbohong bukan? ini semua pasti mimpi. iya, ini semua pasti mimpi" racau ku tak jelas.

"HyuRa-ya, tenanglah. atau kau akan appa kirim kembali ke Beijing"

"Tidakkah lebih baik, appa mengirimku untuk segera pergi meninggalkan dunia ini? menurutku itu lebih baik"

"Kim HyuRa, apa maksudmu? teriak eomma mencoba menyadarkan ku.

"Aku lelah eomma, aku lelah dengan semua ini"
 Aku pun bergegas meninggalkan ruangan panas itu dan berlari menuju kamarku. Saat ku berlari menuju kamarku, entah ini takdir atau kebetulan.. aku bertemu dengan sosok itu, sosok yang benar-benar aku cintai tapi juga aku benci dalam waktu yang sama, Kim JongIn. Wajah dan penampilannya masih belum berubah, masih sama seperti yang dulu. Tapi ada satu hal dari dirinya yang berubah, hatinya. saat ini hatinya tidak lagi 100% menjadi milikku.

aku pun mencoba menetralkan pernapasanku, "Selamat untuk pernikahanmu" ucapku terpaksa.

"Maaf.. bukan maksudku.."

"Sudahlah, semoga kau berbahagia.. oppa"
 oppa, setelah 3 tahun berpisah, inilah kali pertama dan mungkin terakhir aku memanggilnya oppa. mungkin dimasa depan aku tak akan pernah bisa memanggilnya dengan panggilan oppa.
.
.
.
.
Untuk apa aku hidup? untuk apa aku tetap di dunia ini? untuk apa aku tetap di rumah si b******k ini? aku baru sadar, semenjak aku mengenal suami eomma ku itu, seluruh kebahagian dalam hidupku terenggut tanpa tesisa. Andai dulu eomma tak menikah dengan orang itu, pasti saat ini aku tengah hidup berbahagia dengan JongIn. Aku dan JongIn pun tak akan terpisah antara New York dan Beijing dan yang paling penting, JongIn pasti tak akan pernah bertemu dan menikah dengan yeoja sial itu. Tapi, kenyataaan tetaplah kenyataan. Gara-gara suami eomma ku itu,  hidupku hancur. siapa dia? apa hak dia membuat hidupku hancur seperti ini?  hanya ayah tiri.. yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri.
egois.

Selamat tinggal kalian, semoga kalian berbahagia melihat ku hancur tak tersisa seperti ini.
Mata ku pun mencoba mencari sesuatu barang yang kini terlintas dalam pikiranku, setelah manik mataku menangkap objek yang ku maksud itu, tanganku pun mulai mengambil dan menggenggam benda yang ku maksud tadi. Sebilah pisau telah tergenggam erat dalam tanganku, selamat tinggal dunia.. selamat tinggal eomma.. selamat tinggal JongIn, semoga kau selalu berbahagia dengan pernikahan mu ini.. selamat tinggal suami eomma ku, terimakasih karena berkat dirimu.. hidupku ini hancur tak bersisa. Terima kasih..

Perlahan.. aku mulai menggoreskan pisau ini diatas nadi tanganku, perih.. sakit.. apakah mati itu semenyakitkan ini? dan tak lama kesadaranku pun menghilang.. apakah ini saatnya aku meninggal.. selamat tinggal..

.
.
.
.
Perlahan, ku buka mataku ini saat indra penciumanku menangkap suatu aroma yang sungguh menyengat. Aroma rumah sakit. Sungguh, aku membenci aroma seperti ini. Tunggu. Rumah sakit? Mustahil aku masih hidup.. apa rencana bunuh diri ku itu gagal? Sungguh memalukan.

“HyuRa-ya, kau telah sadar nak? Kau baik-baik saja kan?’ sayup-sayup ku dengar suara eomma yang penuh akan rasa khawatir.

Aku pun hanya menghela napasku pelan dan mengangguk, tak ada sedikit pun senyum manis yang menghiasi wajahku ini. Otak ku terlalu sibuk, memikirkan cara lain untuk mengakhiri hidupku ini. Lompat dari atas gedung? Tapi itu sangat menyakitkan, dan aku juga takut dengan ketinggian. Minum racun? Bukankah racun itu pahit, aku tak suka hal-hal yang berbau pahit.
Apa yang harus ku lakukan?

Hari ini adalah hari dimana aku keluar dari Rumah Sakit, dan Selama itu pula JongIn tak pernah menjengukku. Aku pun kembali ke rumah sialan ini lagi, dengan berat hati aku pun melangkahkan kaki ini menuju kamarku, tempat bunuh diri ku yang gagal itu berlangsung. Saat ku membuka pintu kamar ku itu, mata ku langsung membulat sempurna, saat manik mata ku menangkap sosok JongIn yang tengah terduduk di atas ranjangku itu. Aku pun semakin membelakakan mataku, saat tiba-tiba JongIn memeluk tubuhku lembut. Apa yang dia lakukan?

“Aku bersyukur kau selamat HyuRa-ya. Kau tau, kau telah membuat kerja jantungku berhenti saat ku lihat kau bersimpah darah di kamar ini. Terima kasih karena kau masih tetap hidup. Aku tak pernah membayangkan bila aku harus hidup tanpamu. Terimakasih terimakasih” JongIn masih tetap meracau tak jelas seraya memeluk tubuhku erat.

“Apa yang kau lakukan? Bukankah kau sudah memiliki istri oppa? Tentu kau masih bisa hidup, meskipun kau kehilangan adik tiri mu ini.” Ucapku datar dan tanpa ekspresi.

JongIn pun mulai melepaskan pelukannya dan memandang mataku tajam, tatapan itu tatapan yang sangat aku rindukan.

“Siapa bilang aku telah memiliki istri? Aku tak akan pernah menikah selain dengan mu, bodoh!”

“Pembohong. Lalu yeoja kemarin itu siapa? Mantan istrimu?” tanyaku meremehkan.

“Dia itu, yeoja yang mau appa jodohkan dengan ku. Tapi berkat kau, perjodohan itu dibatalkan” jawab JongIn dan kembali menarik ku dalam pelukannya.

“Karena aku?” tanyaku tak mengerti.

“Yap, karena ulah bunuh dirimu itu. Eomma dan appa memutuskan untuk membatalkan perjodohan konyol ku itu. Dan..”

“Dan?”

“Mereka merestui hubungan kita, karena eomma dan appa tak mau kehilangan dua anaknya. Mereka tak mau jika kita berdua harus mati konyol dengan cara melakukan bunuh diri, hanya karena masalah cinta yang tidak direstui. Seperti kisah Romeo dan Juliet”

“Mwo? Kau serius oppa?”

JongIn pun hanya menganggukkan kepalanya sebagai pertanda bahwa hal ini memang serius.

“Dan berjanjilah satu hal padaku Kim HyuRa, jangan pernah kau melakukan hal konyol seperti bunuh diri itu lagi. Karena, kau adalah alasan aku untuk tetap hidup di dunia ini”

“Aku berjanji Jong~. Karena kau juga adalah satu-satunya alasan ku hidup di dunia ini. Saranghae Kim JongIn..”

“Nado Saranghae Kim HyuRa..”

Kami pun mengakhiri ungkapan cinta itu dengan sebuah ciuman manis, lembut dan hangat.

Jangan tinggalkan aku Kim JongIn..
Jangan tinggalkan aku Kim HyuRa..


END.

Epilog

“dua minggu lagi kalian akan menikah, apa kalian siap?” Tanya appa cukup tegas tapi juga terdengar lembut

Appa, tak bisakah kita menikah lima hari lagi?”

“Mengapa kau sangat terburu-buru JongIn-ah.. sabarlah, 2 minggu itu tak akan lama nak..” jawab eomma lembut.

“Tapi, eomma.. appa..”

“Tapi apa Jongin-ah..?”

“Tapi, sebenarnya HyuRa.. HyuRa.. hamil”

“Mwo? Hamil?”

“Omona!!”

“Kim HyuRa Kim JongIn.. bersiaplah.. besok kalian harus segera menikah! Ini perintah, tak ada penolakan.”

END.

@aniespur

Panjang banget kan ceritanya.. semoga kalian gak bosen ya bacanya ^^ tadinya sih niatnya mau dijadiin sad ending aja.. berakhir diacara bunuh diri itu, tapi kasian.. jadi aja aku jadiin Happy Ending..

Terimakasih buat yang udah cape-cape baca ^^
Terimakasih..

Contact me :
Line – aniespurniati
IG – aniespur
Twit – aniespur

Salam kenal..

-tertanda istri Oh Sehun, yang entah ke berapa ^^

No comments:

Post a Comment